Rabu, 16 Desember 2015

MUSEUM GULA JAWA TENGAH

MENENGOK MUSEUM GULA JAWA TENGAH

            Museum Gula Jawa Tengah adalah sebuah museum yang terletak di area Pabrik Gula Gondang Winangun Klaten. Museum tersebut adalah museum gula satu-satunya di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Selain sebagai tempat menyimpan barang-barang bersejarah dalam industri gula, museum ini juga berfungsi sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat tentang sejarah panjang industri gula di Indonesia.
            Menurut sejarahnya Museum Gula Jawa Tengah didirikan pada tanggal 11 September 1982 yang diprakarsai oleh Bapak Soepardjo Roestam selaku Gubernur Jawa Tengah dan Bapak Ir. Waryatmo selaku Direktur Utama PTP XV-XVI. Museum tersebut dibangun dalam rangka menyambut kongres internasional ISSCT XIX yang anggotanya terdiri dari ahli gula dari seluruh dunia yang diselenggarakan di Pasuruan pada tanggal 26 Agustus 1986. Museum yang menyimpan alat-alat bersejarah dalam industri gula tersebut didirikan disebuah gedung bekas rumah dinas karyawan PG Gondang Winangun yang berada disebelah barat pabrik.
            Didalam area museum terbagi kedalam beberapa bagian, diantaranya: ruang pameran tetap, perpustakaan, lavatory, dan mushola serta dilengkapi dengan auditorium disisi barat. Dihalaman Museum Gula Gondang Winangun terdapat beberapa bekas alat giling tebu dan lokomotif uap yang dahulu digunakan untuk menarik lori dari ladang tebu ke pabrik. Lokomotif yang paling terkenal disana adalah lokomotif Simbah. Loko uap Simbah merupakan lokomotif buatan Jerman yang dibuat pada tahun 1818. Dahulu lokomotif tersebut digunakan untuk menarik angkutan tetes tebu dari pabrik ke Stasiun Srowot yang kemudian didistribusikan ke Semarang atau Surabaya.
             Selain lokomotif Simbah yang merupakan lokomotif tertua di Pabrik Gula Gondang Winangun, Museum Gula Jawa Tengah juga memiliki koleksi unik lainnya yakni replika Draisine. Draisine adalah sebuah alat transportasi dengan media rel. Alat tersebut pertama kali diciptakan oleh warga Jerman bernama Baron Karl Cristian Ludwig Drais Von Sauerbronn pada tahun 1817. Pabrik Gula Gondang Winangun sendiri mulai menggunakan Draisine pada tahun 1890-an hingga akhir tahun 1980-an. Draisine di PG Gondang Winangun digunakan untuk mengecek perkebunan tebu serta untuk mengecek kelayakan railban yang digunakan untuk jalan kereta lori pengangkut tebu.

Diorama Penggilingan Tebu Tradisional

Usia Museum Gula Jawa Tengah yang telah mencapai 33 tahun tak lantas menjadikannya eksis ditengah-tengah masyarakat. Bangunannya yang sudah tua dan rusak menjadikan museum tersebut terkesan tak terawat. Selain itu banyaknya alat peraga yang rusak serta penataan koleksi museum yang kurang atraktif menjadikan masyarakat malas untuk mengunjungi museum ini. Bahkan suasana didalam museum pun cenderung angker karena banyaknya lampu yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya yang memunculkan kesan menakutkan.
Tak sampai disitu, kondisi ruang perpustakaan museum pun juga sangat memprihatinkan. Banyak koleksi buku yang tidak ditata sebagaimana mestinya. Bahkan ruang perpustakaan pun terkesan kotor karenan banyaknya debu. Dibutuhkan sebuah manajemen yang tepat dari pihak terkait untuk mengelola Museum Gula Jawa Tengah agar menjadi museum yang menarik untuk dikunjungi bagi masyarakat.  Sehingga tujuan pendirian museum sebagai sarana edukasi  dan penelitian industri gula pun dapat tercapai.


Halaman Depan Museum Gula Jawa Tengah


Replika Draisine

Alat Giling Tebu

Lokomotif Simbah

Lokomotif Diesel Ajax


Lokomotif Uap di Halaman Museum

Diorama Ruang Kerja Administrateur Pabrik Gula





TRADISI CEMBENGAN (CEMBRENGAN)

TRADISI CEMBENGAN

            Berkembang pesatnya industri gula di tanah Jawa pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda dimasa lalu ternyata juga memberikan dampak pada perkembangan tradisi dan budaya dilingkungan pabrik gula. Tradisi tersebut muncul akibat adanya akulturasi budaya yang dibawa oleh kelompok-kelompok suku atau etnis yang bekerja dilingkungan pabrik. Salah satu tradisi yang berkembang kala itu dan masih lestari hingga kini adalah tradisi Cembengan (Cembrengan).
            Tradisi Cembengan adalah sebuah tradisi yang berasal dari kebudayaan masyarakat Tionghoa yang bernama Cing Bing. Tradisi tersebut berbentuk ziarah kubur yang dilakukan warga keturuanan Tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melakukan karya besar. Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi inipun juga dilakukan oleh masyarakat lokal dan menyebutnya dengan tradisi Cembengan.  
            Terkait dengan tradisi Cembengan atau ziarah kubur di Kota Surakarta terdapat sebuah tugu yang dibangun pada masa Paku Buwono X yang bernama tugu Cembengan. Tugu tersebut dinamai Tugu Cembengan karena berada diantara rumah persemayaman jenazah warga Tionghoa Tiong Ting yang berada disebelah barat tugu dan komplek pemakaman Tionghoa (bongpay) Mojo yang berada disebelah timur tugu.
            Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi Cembengan mulai berkembang disesuaikan dengan tradisi kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan oleh Raja Mangkunegaran kala itu yakni KGPAA Mangkunegara IV yang memiliki dua pabrik gula yakni PG Tasikmadu dan PG Colomadu. Tradisi Cembengan yang dahulu hanya sebatas ziarah kubur telah dikembangkan kedalam beberapa bentuk acara seperti pertunjukkkan wayang kulit, pasar malam, pesta rakyat, manten tebu, dan lain sebagainya.
            Tradisi Cembengan lazimnya dilakukan sebelum melakukan proses giling tebu. Hal ini dimaksudkan agar saat proses giling tebu berlangsung tidak ada halangan atau kendala yang menggangu dalam proses giling. Selain itu tradisi Cembengan juga merupakan bentuk harapan agar hasil giling bisa maksimal sesuai dengan yang diharapkan.


Selamatan Giling Pabrik Gula Tasikmadu Tahun 1925
sumber: kitlv.nl


Tradisi Cembengan
Sumber: timlo.net  




Kamis, 15 Oktober 2015

SUIKER FABRIEK (PABRIK GULA) TANJUNG TIRTO

Pabrik Gula Tanjung Tirto atau PG Tandjong Tirto adalah sebuah pabrik gula non aktif yang pernah berdiri di wilayah Jogja. Letak pabrik gula ini berada tak jauh dari komplek Candi Kalasan atau tepatnya berada di daerah Berbah Sleman. Pabrik gula ini juga sering disebut Pabrik Gula Kalasan.

Tak banyak catatan sejarah yang menceritakan riwayat pabrik gula ini. Pada zaman dahulu pabrik ini didirikan oleh Internationale Crediet en Handelsvereeninging Roteerdam pada tahun 1874. Perusahaan tersebut adalah sebuah perusahaan perbankan yang berdiri tahun 1863 dan berkedudukan di Rotterdam, Belanda.

Saat krisis Malaisse melanda pada tahun 1929, pabrik gula ini masih mampu bertahan dengan 7 pabrik gula lainnya diwilayah Jogjakarta, seperti: PG Kedaton Pleret, PG Medari, PG Cebongan, PG Beran, PG Gesikan, PG Gondang Lipuro, dan PG Padokan. Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942 pabrik ini sempat dikuasai tentara Jepang dan dialihfungsikan sebagai markas tentara mereka. Dan pada tahun 1949 saat agresi militer Belanda II, pabrik ini sempat dikuasai oleh gerilyawan tanah air. Sebagai strategi perang, bangunan utama pabrik dihancurkan oleh pejuang sebagai siasat perang agar tidak dimanfaatkan lagi oleh Belanda.


Kini yang tersisa dari Pabrik Gula Kalasan hanyalah beberapa bangunan gudang dan rumah administrateurnya saja. Bagian bekas bangunan pabrik sendiri kini telah dimanfaatkan sebagai gudang tembakau. Sedangkan beberapa bekas rumah administrateur telah dimanfaatkan sebagai sekolah, tempat tinggal, dan kantor polisi.

Pabrik Gula Tanjung Tirto (Tropen)


Bekas Area Pabrik Gula Kalasan


Bekas Rumah Administrateur Pabrik Gula Kalasan


Bekas Rumah Administrateur Pabrik Gula Kalasan

Pabrik Gula Tanjung Tirto (Leiden)



__________________
PRIMA UTAMA / 2015 / WA: 085725571790 / INSTA: @primautama   





SUIKER FABRIEK (PABRIK GULA) RANDUGUNTING

Pabrik Gula Randugunting adalah sebuah pabrik gula non aktif yang pernah berdiri di wilayah Jogja. Sebenarnya komplek pabrik gula tersebut jika dilihat dari peta sekarang berada di dua wilayah, yakni Jogjakarta dan Kabupaten Klaten.

Tak banyak catatan sejarah yang menceritakan riwayat pabrik gula ini. Bahkan tahun pendirian pabrik gula inipun tak ada yang tahu secara pasti. Hanya foto-foto lawas peninggalan Belanda saja yang menjadi bukti keberadaan pabrik gula ini.

Pabrik gula yang terletak di sebelah utara komplek Candi Prambanan tersebut kini hanya menyisakan dudukan cerobongnya saja. Bangunan utama pabrik sendiri telah dihancurkan pada saat Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948 hingga 1949 sebagai siasat perang agar tidak dimanfaatkan kembali oleh Belanda. Bangunan dudukan cerobong sendiri sebenarnya pernah beberapa kali dihancurkan oleh warga, namun karena tebalnya dinding dudukan cerobong upaya tersebut gagal dilakukan.

Pabrik Gula Randugunting diduga mulai mengalami decline saat terjadi krisis malaise pada tahun 1929. Kini bekas komplek Pabrik Gula Randugunting telah berubah menjadi kawasan pemukiman penduduk.



Pabrik Gula Randugunting Tahun 1920 (Leiden)

Bekas Dudukan Cerobong PG Randugunting

Lingkungan Sekitar Bekas Dudukan Cerobong Pabrik Gula Randugunting



_________________
PRIMA / 2015 / WA: 085725571790 / INSTA: @primautama  


Selasa, 22 September 2015

PG COLOMADU

MENELUSURI SEJARAH PABRIK GULA COLOMADU

            Pada hari Minggu tanggal 20 September 2015, saya bersama dengan teman-teman pecinta sejarah mengikuti acara bertajuk blusukan pabrik gula di bekas lokasi Pabrik Gula Colomadu Karanganyar. Acara tersebut diselengarakan oleh Komunitas Lakulampah. Ini adalah serangkaian acara yang bertema pabrik gula yang nanti akan di sambung di Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar pada bulan Oktober mendatang. Pada acara kali ini peserta terdiri dari beberapa kalangan, seperti: pelajar, mahasiswa, pencinta sejarah, umum, dan wartawan.
            Sedikit melihat kebelakang mengenai sejarah pendirian Pabrik Gula Colomadu, pabrik tersebut didirikan pada tahun 1861 yang diprakarsai oleh KGPAA Mangkunegara IV. Beliau mendirikan pabrik gula tersebut selain dengan menggunakan uang pribadinya juga dengan mendapatkan pinjaman uang dari teman dekatnya yaitu seorang mayor China bernama Be Biauw Tjwan di Semarang. Tak tanggung-tanggung, biaya pembangunan pabrik gula pada waktu itu menelan biaya sebesar  f 400.000.
            KGPAA Mangkunegara IV mempercayakan pembangunan pabrik tersebut pada seorang arsitek Jerman bernama R. Kampf. Pembangunan pabrik sendiri dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun. Seiring dengan berjalannya waktu dan sepeninggalan KGPAA Mangkunegaran IV, PG Colomadu banyak mengalami pasang surut. Bahkan pabrik ini tercatat pernah dijual ke pemerintah kolonial untuk menutup hutang-hutang penerus Mangkunegara IV yang terkenal boros.
            Colomadu memiliki makna Gunung Madu. Mangkunegara IV sebagai pendiri pabrik ini memiliki harapan agar kehadiran pabrik gula ini mampu memberikan kesejahteraan bagi praja Mangkunegara dan masyarakat Mangkunegara. Pasca kemerdekaan pengelolaan Pabrik Gula Colomadu diambil alih oleh pemerintah. Nasib naas PG Colomadu terjadi pada tahun 1997. Krisis ekonomi dan mahalnya biaya perawatan dan operasional waktu itu membuat pabrik ini dikorbankan demi mempertahankan pabrik gula yang lain seperti Tasikmadu. Akhirnya pada tahun 1997 PG Colomadu melakukan penggilingan terakhir yang kemudian pada tahun 1998 diikuti dengan penutupan pabrik untuk selamanya.

Pabrik Gula Colomadu Tahun 1920
Sumber: kitlv.nl

Pabrik Gula Colomadu Tahun 2015

            Sejarah PG Colomadu yang panjang inilah yang melatarbelakangi Komunitas Lakukampah mengadakan acara blusukan di lokasi Pabrik Gula Colomadu. Pada acara blusukan yang dimulai pada pukul sembilan pagi tersebut, pertama-tama peserta diajak berziarah ke sebuah komplek pemakaman yang terletak di Kampung Malangjiwan. Lokasinya tidak begitu jauh dari lokasi pabrik berdiri.
Dikomplek pemakaman tersebut dipercaya terdapat sebuah makam salah satu selir dari Mangkunegara IV yang terkenal dengan nama Nyi Pulungsih. Beliau adalah wanita keturunan Tionghoa yang turut andil dalam pembiayaan pembangunan Pabrik Gula Colomadu. Dilokasi makam, panitia juga sempat menceritakan sejarah singkat yang berkaitan dengan Nyi Pulungsih.
Pada zaman dahulu saat PG Colomadu masih aktif beroperasi, sebelum melakukan proses giling selalu diadakan acara Cembengan (Cembrengan) di makam tersebut. Hal tersebut dipercaya akan memperlancar proses giling tebu. Tradisi Cembengan sendiri sebenarnya berasal dari tradisi Tionghoa yang kemudian diadopsi oleh Mangkunegara IV dan dimodifikasi seuai dengan adat Jawa. Sampai saat ini dibeberapa pabrik gula masih melaksanakan tradisi Cembengan sebelum melakukan proses giling tebu.

 Makam Nyi Pulungsih di Malangjiwan Colomadu

Peserta Berziarah di Makam Nyi Pulungsih

Beranjak dari area makam, peserta kemudian diajak mengunjungi monumen Mangkunegara IV yang terletak di komplek bekas perumahan karyawan PG Colomadu. Diarea monumen tersebut terdapat sebuah patung Mangkunegara IV dengan beberapa prasasti yang ada di bagian sisi bawahnya. Monumen tersebut juga menjadi tempat wajib dalam tradisi Cembengan selain makam Nyi Pulungsih.

Peserta dari Makam Nyi Pulungsih Menuju Monumen Mangkunegara IV

Monumen Mangkunegara IV

            Dari lokasi monumen Mankunegara IV, rombongan kemudian kembali ke kompleks area PG Colomadu. Kali ini rute blusukan adalah bangunan-bangunan yang ada di dalam lingkungan pabrik. Bangunan pertama yang dikunjungi adalah stasiun remise dan garasi bus milik PG Colomadu yang berada disebelah selatan pabrik. Stasiun remise adalah sebuah tempat yang digunakan untuk menyimpan lokomotif kereta pengangkut tebu. Didalam stasiun tersebut saya juga masih bisa menjumpai sebuah potongan lokomotif yang sudah berkarat. Disana juga terdapat sebuah bus sekolah yang dulu digunakan untuk mengantar anak-anak pegawai PG Colomadu kesekolah.
            Perjalananpun dilanjutkan menuju ke sisi paling selatan pabrik. Dibagian tersebut terdapat sebuah bangunan yang lumayan besar yang berfungsi sebagai aula. Bangunan tersebut kini sudah tidak digunakan. Rombongan kemudian berjalan kebagian belakang pabrik. Disini peserta harus berhati hati karena jalan setapak yang dilalui banyak yang telah ditutupi rumput ilalang yang lebat. Ancaman dari hewan-hewan liarpun juga perlu diwaspadai.
            Dibagian belakang pabrik terdapat beberapa bangunan dan diantaranya adalah bangunan baru yang didirikan pada tahun 1920-an. Disisi ini kondisi bangunan sudah banyak yang tidak terawat. Wajar saja, pabrik ini sudah ditutup 18 tahun silam sehingga kesan kotor dan “angker” pun sangat mendominasi. Sembari berjalan menyusuri jalan setapak, panitia juga menjelaskan beberapa sejarah penting tentang perjalanan pembangunan Pabrik Gula Colomadu ini.


Bangunan Stasiun Remise Pabrik Gula Colomadu

Bekas Bus Sekolah Milik Pabrik Gula Colomadu

Bekas Lori Tender Milik PG Colomadu

Area Selatan Pabrik

Bangunan Pabrik di Sisi Selatan


            Akhirnya perjalanan kami tiba di bagian belakang pabrik. Diarea ini banyak didominasi oleh semak belukar yang sangat lebat. Pada waktu itu panitia sempat menyinggung rencana pembangunan super block diarea PG Colomadu. Disekitar komplek PG Colomadu memang diwacanakan akan dibangun kawasan elit seperti mall dan apartemen. Bahwan wacana tersebut sempat memunculkan kontroversi beberapa waktu yang lalu.
            Sesuai dengan keterangan yang saya peroleh dari panitia, sisi utara pabrik yang dulu merupakan bekas ladang tebu rencananya akan dialihfungsikan sebagai kawasan super block. Sedangkan untuk bangunan utama pabrik sendiri akan direnovasi dan dimanfaatkan sebagai gedung pertemuan. Semisal rencana tersebut terwujud, saya berharap komplek bangunan PG Colomadu masih dapat dipertahankan dan dilestarikan.
            Tak terasa kami tiba dibagian utara pabrik. Disini kami kembali menjumpai bangunan stasiun remise dengan ukuran yang lebih kecil. Didalam bangunan tersebut saya juga menjumpai banyak potongan-potongan kereta lokomotif yang sudah berkarat. Sayang sekali memang, benda yang memiliki nilai sejarah tersebut di terlantarkan begitu saja.

Peserta Menelusuri Bagian Belakang Pabrik


Stasiun Remise Pabrik Gula Colomadu di Sisi Utara

Potongan Lokomotif di Dalam Stasiun Remise

            Dibagian depan bangunan utama pabrik, kami telah ditunggu oleh dua orang karyawan PG Colomadu. Beliaulah yang akan mengantarkan kami masuk kedalam bangunan utama pabrik. Begitu rombongan sudah berkumpul didepan bangunan utama, kamipun segera masuk ke dalam bangunan pabrik yang memiliki ukuran yang cukup besar tersebut.
            Didalam bangunan utama pabrik masih banyak dijumpai alat-alat produksi gula. Ukurannya bisa dikatakan sangat besar. Tak terbayangkan betapa mengagumkannya dahulu saat alat-alat tersebut masih aktif memproduksi gula. Masuk kebagian tengah bangunan, banyak mesin-mesin berbentuk tabung masih berjajar rapi pada tempatnya. Disana saya juga sempat menjumpai tungku-tungku pembakaran yang memiliki saluran langsung ke cerobong utama PG Colomadu.
            Dibagian ruangan depan masih terlihat sebuah jalur kereta api yang dulu digunakan untuk mengangkut tetes tebu dari PG Colomadu ke Stasiun Purwosari Solo. Disisi utara terdapat sebuah aula yang cukup besar yang pada masanya digunakan sebagai bengkel untuk memperbaiki alat-alat pabrik yang rusak. Menurut keterangan dari pegawai PG Colomadu, alat-alat penggilingan yang terbuat dari besi tersebut sebagian besar adalah buatan Jerman. Tak terbayangkan betapa mahalnya harga alat-alat tersebut dimasa lalu.

Peserta Memasuki Bangunan Utama Pabrik Gula Colomadu

Bekas Jalur Kereta Api Milik NIS

Alat Produksi Gula di Bagian Belakang

Ruangan di Bagian Belakang

Bekas Tungku Pembakaran

Cerobong Asap Pabrik Gula Colomadu


Mesin Giling Pabrik Gula Colomadu

Bangunan Utama Pabrik Gula Colomadu

            Setelah puas berkeliling di dalam bangunan utama pabrik, perjalananpun kami lanjutkan menuju ke bekas rumah tinggal kepala Pabrik Gula Colomadu yang berada disisi utara. Bangunan tersebut bernuansa indische dengan beberapa taman kecil dibagian depannya. Di teras bangunan peserta diberi waktu untuk beristirahat sejenak sembari menikmati minuman dingan dan camilann tradisional yang telah disediakan oleh panitia. Siang itu cuaca memang sangat terik, sehingga perjalanan mengelilingi pabrikpun cukup banyak menguras tenaga.
            Setelah cukup beristirahat, peserta diajak mengelilingi bekas rumah kepala PG Colomadu tersebut. Dibagian belakang rumah terdapat sebuah taman dengan kolam kecil yang menghiasinya. Bangunan tersebut saat ini sudah tidak digunakan sebagai tempat tinggal, sehingga kesan kotor agak sedikit muncul.
            Setelah berkeliling mengitari rumah administrator PG Colomadu, peserta kembali melanjutkan perjalanan ke sebuah bangunan bekas stasiun pengisian bahan bakar yang berada di halaman pabrik. Hal yang unik dari stasiun bahan bakar tersebut adalah masih digunakannya satuan dolar untuk menunjukkan jumlah nomina pembayaran. Alat pengukur takaran bahan bakar pun juga masih lawas.
            Waktu telah menunjukkan pukul dua belas siang. Akhirnya selesai sudah seluruh rangkaian acara blusukan di lingkungan Pabrik Gula Colomadu. Banyak ilmu dan pelajaran yang bisa saya ambil dalam perjalanan kali ini. Besar harapan saya agar peninggalan yang penuh sejarah ini dapat dirawat dan dilestarikan dengan baik, agar generasi mendatang dapat mengetahui betapa hebatnya Colomadu dimasa lalu.

Rumah Kepala Pabrik Gula Colomadu

Bekas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Pabrik Gula Colomadu


Peserta Buslukan Pabrik Gula Colomadu
Sumber: Lakulampah