Minggu, 31 Mei 2015

DAFTAR PABRIK GULA DI KARESIDENAN SURAKARTA

DAFTAR PABRIK GULA (YANG PERNAH ADA) DI KARESIDENAN SURAKARTA

            Merujuk pada sejarah pabrik gula, dimana salah satu fungsi utama nya adalah sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah kolonial kala itu, tercatat terdapat 16 pabrik gula pernah berdiri di wilayah Karesidenan Surakarta. Menurut catatan yang bersumber dari www.salatiga.nl lijst van de suikerfabrieken op java (residentiegewijze gerangschikt) pabrik gula yang pernah berdiri tersebut diantaranya adalah:

No.
Nama
Lokasi
Status
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
PG Modjo
PG Kedoeng Banteng
PG Tasikmadoe
PG Tjolomadoe
PG Wonosarie
PG Kartosoera
PG Bangak
PG Tjokrotoeloeng
PG Ponggok
PG Delanggoe
PG Tjepper
PG Manishardjo
PG Gedaren/ kr anom
PG Karang Anom
PG Gondang Winangoen
PG Prambonan
Kabupaten Sragen
Kabupaten Sragen
Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Klaten
Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Boyolali
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten
Aktif
Non-Aktif
Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Non-Aktif
Aktif
Non-Aktif

            Dari 16 pabrik gula yang pernah ada di Karesidenan Surakarta, kini hanya 3 pabrik saja yang masih aktif berproduksi, sisanya menyandang stastus sebagai pabrik non-aktif. Dari sejumlah pabrik gula non-aktif pun tidak semua bangunannya masih bisa kita temui. Kebanyakan telah dirobohkan, baik untuk dirubah fungsinya sebagai perumahan ataupun dibakar saat masa pendudukan Jepang dan era kemerdekaan Indonesia dulu. 

Peta Persebaran Pabrik Gula di Karesidenan Surakarta Tahun 1914
Sumber: kitlv.nl

EKSOTISME PABRIK GULA GONDANG WINANGUN

PABRIK GULA GONDANG BARU: HERITAGE, MUSEUM, AND TOURISM

            Jika kita bepergian menuju Kota Jogja dari arah Kota Solo, pasti kita akan melewati sebuah area pabrik gula di samping jalan raya Solo – Jogjakarta atau tepatnya di Kecamatan Jogonalan Klaten yang sangat kontras dengan kondisi sekitarnya. Bangunannya yang kokoh serta nuansa kolonialismenya yang sangat kental membuat kita akan merasa takjub dengan keindahannya. Pabrik dengan bangunan cerobong asapnya yang menjulang tinggi itulah yang kini dikenal dengan nama Pabrik Gula Gondang Winangon atau Gondang Baru.
            Sedikit berbicara mengenai sejarah Pabrik Gula Gondang Winangon, dahulu pabrik ini didirikan oleh perusahaan Belanda bernama NV Klatensche Cultuur Maatscahapij yang kantornya berkedudukan di Amsterdam Belanda pada tahun 1860. Untuk pengelolaan pabrik sendiri di serahkan kepada NV Mirandolle Vaute yang berkedudukan di Semarang. Selama operasionalnya, pabrik ini tidak lepas dari kondisi pasang surut. Tercapat pabrik ini pernah berhenti beroperasi pada tahun 1930 hingga 1935 dikarenakan krisis ekonomi yang terjadi pada waktu itu. Setelah berakhirnya masa krisis, pabrik ini berpindah pengelolaan yang jatuh ke tangan warga Belanda bernama Beermers pada tahun 1935 hingga 1942.
            Kedatangan bangsa Jepang yang menjajah bangsa Indonesia pada tahun 1942 turut berdampak pada nasib pabrik gula ini. Pada tahun 1942 hinggga tahun 1945 Pabrik Gula Gondang Winangon berhenti beroperasi karena pabrik ini dirubah fungsinya oleh pemerintah Jepang sebagai gudang persenjataan untuk tentara Jepang. Barulah setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pabrik ini diserahkan ke pemerintah yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN).  Pada tahun 1960 nama pabrik gula ini mengalami perubahan, yakni dari Pabrik Gula Gondang Winangon menjadi Pabrik Gula Gondang Baru. Kini keindahan dan kemegahan bangunan pabrik gula ini masih bisa kita saksikan. Bangunannya yang kokoh seolah ingin bercerita tentang kejayaannya dimasa lalu. Apakah masa kejayaan itu akan kembali terulang?, semuanya bergantung kepada kita sebagai penerus bangsa.

PG Gondang Baru Tahun 1921

Sumber: kitlv.nl

Deretan Kereta Lori Milik PG Gondang Baru Tahun 1921
Sumber: kitlv.nl

Jalur Lori PG Gondang Baru Menuju Perkebunan Tebu
Sumber: kitlv.nl

Proses Angkut Tebu dari Lori ke Mesin Giling PG Gondang Baru
Sumber: kitlv.nl

Stasiun Srowot Tahun 1921 Terhubung dengan PG Gondang Baru untuk Angkutan Tetes Tebu dan Kebutuhan Logistik Pabrik
Sumber: kitlv.nl

            Pada tanggal 14 Mei 2015 bertepatan dengan hari libur nasional, saya berkesempatan untuk berkunjung atau blusukan ke Pabrik Gula Gondang Baru Klaten. Blusukan saya kali ini saya lakukan setelah melakukan blusukan jalur non aktif kereta api yang berada di Jogja. Kurang lebih pukul sebelas siang, saya mendarat di PG Gondang Baru Klaten. Kondisi cuaca saat itu sangat terik. Kebetulan saat saya tiba di sana, sebuah lokomotif diesel yang digunakan sebagai angkutan wisata bersiap-siap untuk berangkat mengantarkan pengunjung untuk mengelilingi lokasi pabrik. Saya pun segera berlari menuju lokasi penjualan tiket untuk ikut dalam perjalanan kereta lori tersebut.
            Dengan membayar sebesar Rp 7000,- saya sudah bisa mendapatkan tiket naik kereta lori wisata untuk satu penumpang. Diarea Pabrik Gula Gondang Baru sendiri terdapat beberapa fasilitas wisata bagi para pengunjung, diantaranya adalah: kereta lori wisata, Museum Gula Jawa Tengah, taman bermain, restoran, home stay, auditorium, dan lain sebagainya. Saya memutuskan untuk naik kereta lori wisata terlebih dahulu dikarenakan saya ingin melihat kondisi lingkungan disekitar area pabrik gula sebagai tempat blusukan saya nantinya.
            Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kereta lori wisata pun berjalan mengantarkan kami mengelilingi pabrik gula bersejarah ini. Jumlah penumpang kala itu tidak begitu banyak, bahkan satu gerbongpun tidak penuh. Kami berkeliling diantarkan dengan lokomotif diesel Schoma milik PG Gondang Baru. Yang unik dari rute perjalanan ini adalah sebagian lokasi jalurnya yang tepat berada di pinggir jalan raya Solo-Jogja. Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan.

Perjalanan Kereta Lori Wisata PG Gondang Baru

Lokomotif Schoma Milik PG Gondang Baru

Kereta terus melaju dengan sesekali membunyikan suara klaksonnya. Kami mulai memasuki halaman belakang pabrik. Disana kami disuguhi dengan pemandangan deretan kereta lori yang terparkir rapi dihalaman belakang pabrik. Maklum saat saya mengunjungi PG Gondang Baru, disana belum memasuki musim giling, sehingga belum ada aktivitas angkut tebu yang terlihat.
Selain deretan kereta lori yang terparkir rapi, dihalaman belakang pabrik saya juga melihat banyak bangunan kuno berarsitektur Belanda yang dulu berfungsi sebagai rumah dinas karyawan pabrik. Tak hanya itu, saya juga melihat sebuah alat yang lumayan besar mungkin digunakan untuk memindahkan tebu dari truk ke lori berdiri diantara deretan kereta lori.
Perjalanan saya hampir mendekati lokasi penggilingan tebu milik PG Gondang Baru. Namun ada beberapa pemandangan miris yang mengusik mata saya. Ada beberapa lokomotif tua milik PG Gondang Baru yang teronggok dibeberapa tempat dengan kondisi yang tidak terawat. Sungguh hal yang sangat disayangkan, benda dengan nilai sejarah yang tinggi tersebut dibiarkan rusak begitu saja.
Dari atas kereta lori saya bisa menyaksikan luasnya kebun tebu milik PG Gondang Baru yang ada dibelakang pabrik dengan latar belakang Gunung Merapi yang menjulang tinggi.  Menurut cerita yang saya peroleh dilokasi kebun tebu tersebut dahulu terhubung dengan jalur-jalur lori menuju pabrik. Kini jalur lori tersebut telah dicabut karena telah digantikan dengan menggunakan truk sebagai angkutan tebu dari kebun ke pabrik.
Lori yang saya naikipun berbelok menuju lokasi penggilingan tebu atau bangunan utama pabrik. Disana saya sempat melihat Stasiun Remise atau tempat dimana lokomotif-lokomotif milik PG Gondang Baru disimpan. Tiba diarea penggilingan pabrik, saya tercengang dengan kemegahan alat-alat yang ada di dalamnya. Meskipun hanya bisa melihat dari luarnya saja, saya bisa membayangkan betapa canggihnya teknologi itu dimasa lalu. Kereta lori kamipun terus berjalan menyusuri rel dengan gauge 700 mm tersebut. Tak terasa perjalanan kami telah sampai di lokasi dimana kami naik tadi. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil selama perjalanan. Ini bukanlah akhir dari perjalanan saya, melainkan perjalanan awal saya blusukan di Pabrik Gula Gondang Baru Klaten.

Salah Satu Alat Milik PG Gondang Baru 

Komplek Rumah Dinas PG Gondang Baru

Barisan Lori Milik PG Gondang Baru

Barisan Lori Milik PG Gondang Baru

Bangunan Utama PG Gondang Baru

Salah Satu Mesin Giling Milik PG Gondang Baru
            Turun dari kereta lori, perjalanan saya lanjutkan kembali. Kali ini perjalanan saya lanjutkan menuju Museum Gula Jawa Tengah yang ada di kawasan Pabrik Gula Gondang Baru. Lokasi Museum sendiri terletak disebelah timur area bermain atau disamping Gedung Auditorium PG Gondang Baru. Cukup dengan membayar tiket seharga Rp 5000,- kita bisa masuk kedalam area museum yang menyimpan beragam koleksi yang berkaitan dengan gula. Nuansa yang berbeda langsung menyergap saya tatkala kaki saya mulai memasuki area museum gula. Suasana yang sepi serta kondisi museum yang terkesan angker, menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Bagaimana tidak, kala itu pengunjung museum hanyalah saya seorang ditambah lagi bangunan museum yang merupakan bangunan bekas peninggalan masa kolonial membuat saya agak merinding.
            Dihalaman  pabrik gula banyak koleksi yang dipajang, mulai dari mesin giling, lokomotif, gerobak sapi untuk angkut tebu, lori tebu, dan masih banyak lagi. Puas melihat halaman museum, sayapun masuk ke bangunan inti museum. Saat mulai memasuki pintu museum, suasana berbeda langsung menghampiri saya. Banyak sekali alat-alat kuno yang dipajang disini, mulai dari alat timbang, alat jahit karung gula, foto-foto kuno, serta banyak benda lain yang saya kurang begitu tahu apa fungsinya. Sebenarnya saya tidak begitu lama berada didalam gedung museum. Suasananya yang menurut saya agak seram membuat saya mempercepat langkah saat menjelajah isi museum.  Menurut saya benda-benda koleksi milik Museum Tebu Jawa Tengah sangat menarik untuk dilihat, akan tetapi sayang penataan ruangan yang kurang menarik serta beberapa alat yang sudah rusak membuat museum ini tampak tidak menarik untuk dikunjungi. Mungkin ini salah satu alasan mengaa museum ini sepi dari pengunjung.
            Dari banyaknya benda koleksi milik Museum Tebu Jawa Tengah yang paling menarik bagi saya adalah lokomotif “Simbah” buatan Jerman tahun 1818. Menurut sejarahnya, lokomotif “Simbah” adalah lokomotif tertua yang dimiliki oleh Pabrik Gula Gondang Baru. Lokomotif ini dahulu bertugas untuk menarik hasil tetes tebu dari PG Gondang Baru menuju Stasiun Srowot Klaten untuk kemudian didistribusikan ke Surabaya atau Semarang.
            Museum Tebu Jawa Tengah memiliki sejarah pendiriannya. Pendirian Museum Gula Jawa Tengah di prakarsai oleh dua tokoh waktu itu, yakni Soepardjo Roestam selaku Gubernur Jawa Tengah kala itu dan Ir. Waryatmo selaku direktur PTP XV-XVI. Museum Gula Jawa Tengah diresmikan pada tanggal 11 September 1982 dalam rangka menyambut Kongres Internasional ISSCT XIX 1986 yang dihadiri oleh ahli gula dari seluruh dunia dimana Museum Gula Jawa Tengah dijadikan lokasi kunjungan bagi para peserta kongres kala itu.
Museum Gula Jawa Tengah sendiri didirikan dengan memanfaatkan salah satu rumah dinas milik PG Gondang Baru yang disulap menjadi museum. Sebenarnya selain untuk sarana wisata dan edukasi bagi masyarakat luas mengenai gula dan industrinya, Museum tersebut juga difungsikan sebagai sarana penelitian yang berkaitan dengan gula. Hal yang paling menggembirakan dari keberadaan museum ini adalah Museum Gula Jawa Tengah merupakan satu-satunya museum gula yang ada di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Hal ini lah yang membuat keberadaan museum ini sangat berharga dan patut untuk dilestarikan. 

Bekas Mesin Giling PG Gondang Baru di Halaman Museum Gula Jawa Tengah


Lokomotif Koleksi Museum Gula Jawa Tengah

Lokomotif Diesel Koleksi Museum Gula Jawa Tengah

Lokomotif Tertua PG Gondang Baru Koleksi Museum Gula Jawa Tengah

Gerobak Pedati Koleksi Museum Gula Jawa Tengah

Gerbong Lori Pengangkut Tebu Koleksi Museum Gula Jawa Tengah

Bangunan Utama Museum Gula Jawa Tengah

            Beranjak meninggalkan Museum Gula Jawa Tengah, perjalanan saya lanjutkan ke bagian timur museum dengan berjalan kaki. Kali ini saya mengunjungi sebuah bekas rumah dinas milik PG Gondang Baru yang dijadikan home stay dengan pohon beringin raksasa yang berdiri kokoh didepannya. Hawa udara yang sejuk pun langsung menghinggapi saya.
Tidak hanya home stay, di area tersebut juga berdiri sebuah restoran dimana terdapat sebuah monumen lokomotif yang berdiri didepannya. Selain itu juga ada sebuah rumah yang menjual souvenir khas milik PG Gondang Baru. Akan tetapi sayang toko souvenir tersebut tutup dan kini terkesan tidak terawat bangunannya. Saya pun beristirahat sejenak sambil menikmati keindahan arsitektur bangunan-bangunan kuno yang berdiri rapi diarea tersebut. Dahulu bangunan-bangunan tersebut merupakan rumah dinas atau rumah administratur karyawan PG Gondang Baru. Kini seiring berjalannya waktu rumah dinas tersebut sudah banyak yang tidak digunakan, bahkan terlihat kosong.  Perjalanan pun kemudian saya lanjutkan ke area belakang pabrik dengan melalui sebuah gang diantara barisan rumah dinas PG Gondang Baru.

Home Stay Milik PG Gondang Baru

Monumen Lokomotif Milik PG Gondang Baru

            Perjalanan saya akhirnya tiba di area belakang pabrik PG Gondang Baru. Sebenarnya agak was-was juga saat menuju area belakang pabrik, karena biasanya area pabrik tidak semuanya bisa diakses oleh orang umum melainkan hanya orang tertentu saja. Saat itu saya cukup berhati-hati dari pengawasan security pabrik yang mungkin bisa mengusir saya sewaktu-waktu, mengingat saat saya naik kereta wisata tadi banyak security yang ditempatkan dibeberapa titik untuk melakukan pengamanan.
            Tujuan saya selanjutnya adalah sebuah bangunan tua di sebelah timur pabrik yang kini dijadikan sebagai gudang pupuk. Bangunan tersebut menarik bagi saya karena diahalaman bangunan tersebut teronggok empat lokomotif milik PG Gondang Baru yang sudah tidak terpakai. Sembari menyusuri rel sayapun menuju lokasi bangunan tersebut dengan ditemani sengatan terik matahari yang begitu panas.
            Akhirnya tiba juga saya di bangunan tersebut. Perasaan miris langsung menghinggapi saya. Bagaimana tidak dua lokomotif teronggok tak terawat seolah tak memiliki nilai.  Kondisi lokomotif sendiripun juga sangat mengenaskan. Banyak bagian lokomotif yang sudah tidak lengkap. Sungguh sangat disayangkan memang, seharusnya peninggalan bersejarah seperti itu bisa dilestarikan.
            Perjalanan pun saya lanjutkan menuju Stasiun Remise PG Gondang Baru. Stasiun Remise adalah tempat menyimpan lokomotif-lokomotif milik PG Gondang Baru. Kedatangan saya agaknya kurang tepat. Saya tidak bisa menyaksikan koleksi lokomotif aktif milik PG Gondang Baru karena pada waktu itu pintu stasiun di kunci gembok. Saya pun hanya bisa menyaksikannya dari luar saja.
            Perjalanan pun saya lanjutkan menuju bagian barat pabrik. Dibagian barat tepatnya dibagian belakang Gedung Auditorium, saya kembali menjumpai sebuah lokomotif yang teronggok tak terawat di bawah sebuah pohon. Kondisinyapun tak kalah mirisnya. Bahkan lokomotif tersebut diganjal dengan menggunakan besi sehingga seolah-olah tampak melayang.
            Akhirnya perjalanan sayapun berakhir. Saya pun kembali menuju area parkir dimana saya memarkirkan kendaraan saya tadi. Sungguh perjalanan yang melelahkan tetapi juga begitu menyenangkan dan menyedihkan. Menyenangkan karena banyak ilmu dan pengalaman serta hal-hal baru yang saya jumpai selama blusukan di PG Gondang Baru. Menyedihkan karena banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang berharga disana tapi kurang diperhatikan sebagaimana mestinya. Semoga kedepan akan ada kepedulian dari pihak terkait untuk menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan tersebut. Semoga.  


Bagian Belakang PG Gondang Baru

Lokomotif Merbabu Milik PG Gondang Baru

Lokomotif Brama Milik PG Gondang Baru

 
Lokomotif Milik PG Gondang Baru

Stasiun Remise PG Gondang Baru

Lokomotif Slamet Milik PG Gondang Baru

Peta PG Gondang Winangun
Sumber: kitlv.nl

Kerkof Mbah Meyer di Area Pabrik Gula

Lokomotif Merbabu

Deretan Lori PG Gondang

Emplasemen Belakang PG Gondang

Lokomotif Slamet



Salah Satu Rumah Dinas Pegawai Pabrik Gula Gondang

Jaladwara di Area Pabrik

Rumah Administrateur PG Gondang

Stasiun Srowot


Jumat, 15 Mei 2015

SEJARAH PABRIK GULA


            Siapa yang tidak kenal dengan gula. Serbuk putih manis yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pelengkap dalam membuat minuman teh atau kopi ini ternyata memiliki sejarah yang panjang. Gula berasal dari tanaman tebu yang notabene bukan tanaman asli Indonesia. Jika dirunut dari sejarahnya, tanaman tebu mulai masuk di Indonesia dibawa oleh saudagar dari India dan Arab yang melakukan perdagangan di Indonesia sebelum kedatangan bangsa Belanda. Pada masanya tebu diolah dengan menggunakan cara yang masih primitif untuk menghassilkan gula. Gula pun pada kala itu hanya digunakan untuk konsumsi terbatas, belum diperjual belikan secara luas atau bahkan belum menjadi bahan komoditi perdagangan yang utama.
            Proses pengelolaan tebu kala itu masih menggunakan tenaga manusia dan hewan, dimana tenaga manusia dan hewan dibutuhkan untuk memutar alat penggiling untuk memeras tebu. Proses pengepresan atau penggilingan tebu dengan skala yang agak besar mulai dilakukan pada abad 17 di Batavia yang dilakukan oleh orang Tionghoa. Akan tetapi pada waktu itu teknologi yang digunakanpun juga masih sederhana.
            Seiring dengan kedatangan bangsa Belanda yang menjajah bangsa Indonesia, beberapa wilayah di Indonesiapun dijadikan wilayah perkebunan oleh pemerintah kolonial sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing sebagai sumber pemasukan bagi pemerintah kolonial kala itu. Sebagai contoh perkebunan Karet untuk wilayah Sumatera, perkebunan Pala untuk wilayah Sulawesi, perkebunan Teh, Kopi, Kina, dan Tebu untuk wilayah Jawa. Seiring berjalannya waktu, banyak pemodal-pemodal besar bermunculan yang berdampak pada perkembangan industri perkebunan. Salah satu industri yang mengalami perkembangan yang pesat kala itu adalah Industri gula.

            Perkembangan industri gula dimulai pada tahun 1830, dimana mulai bermunculan pabrik pengolahan tebu yang telah menggunakan mesin import yang belum pernah digunakan sebelumnya. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah pabrik gula modern pun banyak bermunculan di pulau Jawa. Gula tidak hanya di perdagangkan di dalam negeri, melainkan telah berubah menjadi komoditi eksport yang berharga. Gula menjadi penyumbang penghasilan yang besar bagi pemerintah kolonial kala itu. Bahkan sebelum tahun 1930, hasil eksport dari komoditi gula menyumbang seperempat pendapatan pemerintah Hindia Belanda.  

Pabrik Gula Tjokro Toeloong
Sumber: kitlv.nl

            Pesatnya perkembangan industri gula di Pulau Jawa pada tahun 1930, membuat Pulau Jawa sebagai lumbung gula bagi pemerintah Hindia Belanda. Bahkan pada tahun tersebut Pulau Jawa memiliki 179 pabrik gula dan 16 perusahaan tebu yang mengantar Jawa sebagai penghasil gula terbesar kedua setelah Cuba.
            Setelah usainya Perang Dunia I, pada tahun 1930 diadakan persetujuan “Chad Bourne” yang menyatakan bahwa Jawa harus mengurangi produksi gulanya dari 3 juta ton gula menjadi 1,4 juta ton gula. Dan dari jumlah tersebut hanya 1 juta ton saja yang boleh di eksport. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan pesatnya industri gula di dunia. Akibat Perang Dunia II, ekonomi dunia semakin memburuk karena munculnya krisis moneter diberbagai belahan dunia. Hal ini pun juga berimbas pada perkembangan industri gula di Jawa sehingga banyak pabrik yang terpaksa ditutup.
            Seiring dengan kekalahan bangsa Belanda atas Indonesia banyak pabrik gula yang ditutup atau bahkan dihancurkan sebagai simbol kemenangan bangsa Indonesia atas penjajah. Pabrik gula yang kala itu masih memiliki potensi diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Industri gula di Jawa dari tahun ketahun semakin mengalami penurunan. Infrastruktur yang tua yakni warisan dari pemerintah kolonial serta manajemen industri yang kurang tepat serta tidak adanya peremajaan infrastruktur industri yang laik menjadikan produksi industri gula di Jawa merosot tajam. Bahkan kini banyak pabrik gula yang ditutup karena terus merugi.
            Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Meskipun industri gula di Pulau Jawa sudah tidak semanis dulu lagi, setidaknya Pulau Jawa pernah menjadi salah satu lumbung gula dunia. Sisa kejayaan industri gula pada masa lalu masih bisa kita temui di berbagai wilayah di Pulau Jawa dengan bangunan-bangunannya yang kokoh. Meskipun bangunan itu hanyalah saksi bisu kehebatan industri gula masa lalu, namun sebenarnya bangunan itu ingin mengajak kita untuk meraih kembali masa kejayaan industri gula yang pernah diraihnya.
Dalam blog ini akan membahas mengenai sejarah industri gula yang ada di Karesidenan Surakarta yang pada masa lalu memiliki banyak industri gula. Diharapkan melalui tulisan di blog ini, sejarah akan kejayaan industry gula dimasa lalu bisa kita kenang dan abadikan sebagai motivasi untuk terus berkontribusi bagi Bangsa Indonesia.


link: PABRIK GULA